Yuk Kenalan dengan Kesenian Kuda Kosong di Cianjur

Yuk Kenalan dengan Kesenian Kuda Kosong di Cianjur

Bagi masyarakat yang beraktifitas di Kabupaten Cianjur tentu tidak asing dengan patung kuda yang berdiri gagah di jalan Raya Bandung Ciranjang pertigaan Tungturunan, patung kuda tersebut merupakan simbol kesenian dari Kabupeten Cianjur yang dinamakan kesenian Kuda Kosong. Sebagai salah satu warisan leluhur, kesenian Kuda Kosong asal Kabupaten Cianjur Jawa Barat ini memiliki berbagai makna yang patut untuk diteladani. Keteladanan itu bisa ditilik dari setiap unsur di pertunjukannya, termasuk dari sisi sejarah di mana tradisi Kuda Kosong dimulai.

Melansir dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, konon dalam sejarahnya, tradisi Kuda Kosong berkaitan dengan sisi kerendahan hati dari leluhur Sunda di Cianjur saat diberikan hadiah kuda oleh Raja Mataram yang saat itu berkuasa di Tatar Pasundan. Penamaan istilah Kuda Kosong sendiri berawal pada saat Aria Natadimanggala membawa dari Mataram ke Cianjur dengan tidak ditunggangi maka kuda tersebut akhirnya disebut sebagai Kuda Kosong. Beberapa masyarakat juga percaya konon kuda tersebut sedang dipengaruhi oleh Suryakencana merupakan anak dari hasil pernikahan Raden Aria Wiratanudatar dengan jin.

Perayaan kesenian Kuda Kosong ini biasanya dilaksanakan satu tahun sekali, diantara hari jadi Cianjur (12 Juli) atau di hari Kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus). Pada perayaannya kuda yang diikutsertakan akan dipakaikan kain berwarna hijau, lalu diarak keliling kota Cianjur sembari seolah-olah kuda tersebut memberi hormat ke warga yang menonton. Arak-arakan atau pawai ini biasanya dimulai dari depan Pendopo Kabupaten Cianjur, kemudian melintasi beberapa jalan protokol, dan Kuda Kosong pun selalu menempati barisan pertama dalam parade tersebut. Tak heran jika kuda kosong pun selalu dijadikan ikon kesenian dan tontonan yang paling ditunggu masyarakat.

Tentu bagi generasi muda kesenian ini perlu dilestarikan demi menjaga eksistensinya di tengah-tengah modernisasi yang terus-menerus menggerus kesenian-kesenian tradisional di tatar bumi pertiwi.

Penulis

Andika Prabowo, S.Pd

SMA Negeri 1 Ciranjang